google-site-verification=KNiaUTl4cvS0QWEq70awaC3CPW4UE87U-ZfLlwt_yhQ TEATER DAS '51: 27/03/2011 - 03/04/2011 .breadcrumbs{ padding:5px 5px 5px 0; margin:0;font-size:95%; line-height:1.4em; border-bottom:4px double #cadaef}

SALAM BUDAYA


SUGENG RAWOH WONTEN GUBUK KREATIF TEATER DAS 51

Thursday 31 March 2011

PUISI RENUNGAN UNTUK ISMAIL


RENUNGAN UNTUK ISMAIL

Ismail
sudah terlalu sering mulut mu berkata, 
Bahwa sholatmu, Ibadah mu, Hidupmu, dan matimu                                                                                    hanya kau anugrahkan kepada tuhan mu
atau kata – kata suci itu adalah
tameng yang kau gunakan untuk menutupi gunung salahmu
atau sudah pernahkah hatimu benar – benar bergetar
setiap kali mulut mu menucapkannya
atau malah dirimu selalu melewatkan setiap kali hatimu membawa pikiranmu mengembara kesana

Ismail
coba…
gembalakan hatimu dalam padang sabana kesucian
sehingga engkau benar – benar tau
bahwa dirimu sedang dalam kerugian
sunguh…..!
kecuali engkau tergolong orang-orang yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran

Ismail
benarkah kau anugrahkan
sholatmu untuk Nya
ibadahmu untuk Nya
hidupmu untuk Nya
dan, matimu kau anugrahkan untuk Nya
atau dirimu akan membiarkan
sholatmu tercecer dalam kelalaian
ibadahmu membara dalam ketidak ikhlasan
hidupmu mengusut dalam kekerdilan
sehinga, matimu menggenang dalam siksaan
atau, barangkali akan kau jadikan mereka  sebagai kendaran menuju kehidupan  yang abadi
maka, renung dan perhitungkanlah


                                                                                    29 November 2010

Ismail Marzuqi , Mahasiswa STAIDA Jurusam Manajemen Pendidikan Islam,

PUISI SUMPAH PEMUDA


SUMPAH PEMUDA
“Kami Poetra  dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, tanah air Indonesia”
Sumpah gegap dalam tumpahan darah
Kucur keringat besemai di ranting – ranting air mata
Sebelumnya kami adalah kepingan trah yang menjulur di ujung lidah-lidah laut kepulauan
Untuk selanjutnya melebur dalam bongkahan bara, panas peluru, desingya tanpa syair
Kami pun kembali ke dalam pelukan pertiwi menggagas bilangan  tampa hitungan
Kemudian legak sumpah menghantam dada yang membara

Untuk ladang, sawah pereda pasi, subuh itu
Kami memekikkan tekat keruang tanpa penghalang, kesinggasana tanpa tahta
Sayup – sayup pekik kami membakar kelaliman dalam pelukan penjajah, selebihnya penjilat

“Kami Poetra Poetri  dan Poetri  Indonesia mengakoe berbangsa satoe, bangsa Indonesia”
Dada kami terhunus
Darahnya menghumus
Memadat dalam tanah pertiwi
Keringat kami memutiara
Memurni dalam laut
Serat demi serat memahati seketsa pertempuran
Kami Poetra dan Poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa satoe, Bahasa Indonesia”
Kami bergegas menuju serat teakhir
Tersulam helainya dalam merah putih
Sebelum tercecer dalam kelalaian


20  Otober 2010
Ismail Marzuqi , Mahasiswa STAIDA Jurusam Manajemen Pendidikan Islam,