SANG PECANDU
aktor
|
Sebagai
|
Pemuda
|
|
Sebagai
|
Entah 1
|
|
Sebagai
|
Entah 2
|
|
Sebagai
|
Entah 3
|
|
Sebagai
|
Entah 4
|
|
|
|
Pembukaan
Lakon
Pertunjukan ini dimulai
dengan kesunyian, suara-suara music mulut mengalunkan irama kesedihan yang
menyayat semakin lama, semakin menghilang. Panggung diseting sedemikian rupa,
seolah-olah terdapat bohon besar yang daunnya sedang berguguran. Dibawah pohon
itu ada seorang pemuda yang nanpaknya sedang mengalamai sakau, tubuhnya
bergetar, dari mulutnya mengeluarkan desisan aneh yang menyesakkan hati.
Adegan I
Pemuda
itu bergerak, nampaknya ia akan berdiri, namun tubuhnya bergetar dan terjatuh,
kenmudian ia berusaha bangkit namun jatuh lagi, bangkit jatuh lagi, bangkit
lagi jatuh lagi, sampai ia menggapai sebatang ranting yang dipergunakan untuk
menopang badanya yang bergetar berdiri.
Pemuda
|
:
|
ibu…………………………..!
Bapak….!
Hari
ini aku benar-benar manyesal.
Malu,…!
Aku
sangat malu tuhan
Aku
telah berdosa
Tuhan,....!
Dapatkah aku membuka pintu tobat-Mu
Setelah minum-minuman, Obat-obatan dan narkoba merusak jiwa raga milikmu ini, bahkan Hubungan bebas
kujalankan.
Ibu….!
Bapak…!
Ah….
Rasanya Mereka berdua tidak bisa ku harapkan. Sekian lama mereka
berpisah, dan asik dengan kebahagian masing-masing. (kemudian Tertawa).
Ibu…!
Bapak….!
Aku membutuhkan mu
Aku merindukan marahmu, nasihatmu, timanganmu…..
aku membutuhkanmu.
(pemuda menatap jauh ke depan, matanya sayu
pandangannya kosong)
Ya,
Tuhan……!
Cabut
saja nyawa milikmu ini
Aku
sudah tidak sanggup lagi menjaganya
Baik….
Baiklah,
kalau engkau tak mau mengambilnya
Aku
akan mengembalikannya padamu.
(pemuda
itu mengapai-gapai pistol yang terselip dipinggangnya dan menembak diri
sendiri )
Daaar……!
Aku
datang padamu tuhan…..!
|
Adegan 2
Setelah
pemuda itu tersungkur, masuklah empat sosok entah siapa, mereka bergerak dari
sisi panggung menuju dimana pemuda tadi tersungkur dan kemudian membentuk
formasi mengelilingi pemuda itu serta menutup diri mereka masing dengan kain.
Entah
1
|
:
|
Sungguh
malang pemuda ini
|
|
Entah
2
|
:
|
Tidak,
dia sudah dalam kodratnya
|
Entah
3
|
:
|
Kodrat
yang mana yang kalian bicarakan? Kodrat yang ia tuliskan sendiri? Tuhan tidak
akan menerima ruhnya bila ia kembala dengan cara seperti ini.
|
Entah
4
|
:
|
Sudahlah….
Itu bukan urusan kita
Manusia
terlahir sudah membawa takdirnya masing-masing dan semua akan terjadi sesuai
dengan titah-Nya.
|
Adegan 3
Disaat
entah I masih berbicara tubuh pemuda itu bergerak, kemudian bangkit dan
berteriak.
Pemuda
|
:
|
Stoooop….
Tuhan….
Kenapa
engkau tak menarima diriku
Aku
ingin kembali, tuhan….
Aku
ingin……. Kembali….. padamu
(menanggis)
Sungguh
….. aku sudah tidak sanggup tuhan
|
Entah
1
|
:
|
Engkau tersesat…
Engkau
salah……..
Bertobatlah
…..
|
Pemuda
|
:
|
Aku
tidak tersesat
Aku
tidak bersalah
Aku
tidak butuh bertobat
|
Entah
2
|
:
|
Lalu
kenapa engakau ingin kembali kepada tuhan!
|
Pemuda
|
:
|
Aku
tidak ingin kembali
|
Entah
3
|
:
|
Lalu
|
Pemuda
|
:
|
Aku
hanya ingin mengembalikan ruh miliknya ini
|
Entah
4
|
:
|
Apa
engkau merasa ruh mu pantas untuk dikembalikan, padahal ruh itu dititipkan
kepadamu untuk dijaga.
|
Pemuda
|
:
|
Sudah.
Aku
sudah berusaha
Tapi
karena ibu dan bapak ku bercerai
Aku
menjadi lepas kendali
Ini
salah mereka
|
Entah
1
|
:
|
Bukan
Ini
bukan salah ayah dan ibu mu
|
Pemuda
|
:
|
Lalu
|
Entah
2
|
:
|
Ini
salahmu sendiri
|
Entah
3
|
:
|
Kesesatan
diri mu sendiri
|
Entah
4
|
:
|
Dosa
diri mu sendiri
|
Entah
1
|
:
|
Apa Kau
tetap merasa ruhmu titipan tuhan?
|
Pemuda
|
:
|
Yah…..
Dan
hari ini aku akan mengembalikannya
|
Entah
2
|
:
|
Setelah
kau nodai dengan minuman keras
|
Pemuda
|
:
|
Ya
|
Entah
3
|
:
|
Setelah
kau kotori dengan narkoba
|
Pemuda
|
:
|
Ya
|
Entah
4
|
:
|
Setelah
sek bebas kau jalankan, dan didalam tubuhmu sekarang bersarang penyakit
mematikan.
|
Pemuda
|
:
|
Yah
Dan
aku sudah tidak perduli
|
Adegan 4
Sembari
berbicara pemuda itu beranjak keluar dari ,lingkaran emapt sosok itu, tetapi
seolah olah ada kekuatan yang menahan tubuhnya, sehingga ia terpental ketempat
semula, itu ia lakukan berkali-kali.
Pemuda
|
:
|
Lepaskan
|
Entah
1,2,3,4
|
:
|
Kami
tidak mengikatmu (mencoba keluar tapi tetap benasib sama)
|
Pemuda
|
:
|
Kenapa
kalian membayangi ku!
|
Entah
1,2,3,4
|
:
|
Kau
menganggapnya begitu
|
Pemuda
|
:
|
Nyatanya
|
Entah
1
|
:
|
Ketahuilah
Akulah
Kawahiyahmu
|
Entah
2
|
:
|
Akulah
Hariyahmu
|
Entah
3
|
:
|
Akulah
Suriyahmu
|
Entah
4
|
:
|
Dan
aku adalah Tibbiyahmu
|
Entah
1,2,3,4
|
:
|
Jadi
Kami
adalah dirimu
Dirimu
Adalah
kami
|
Pemuda
|
:
|
(keluar
dari dalam lingkaran dan menyeret tubuhnya mundur)
Tidak…!
Tidak
Mungkin
lalu
apa yang kalaian inginkan dariku
|
Entah 1,2
|
:
|
Minta
maaflah pada Ayah ibu mu
|
Pemuda
|
:
|
Ibu
aku benar benar menyesal
Maafkan
anakmu ini
Seharusnya
aku tidak meyiksa ddiriku sendiri
Atas
nama perpisanhan kalian
Ibu
…….
Bapak,……….
|
Entah
3,4
|
:
|
Minta
maaflah pada tuhanmu….!
|
Pemuda
|
:
|
Tuhan……
Aku
memang kotor
Tapi
terialah diriku dengan segala keburukan ini
Ashaduallah
ila illahaillah…….
Wa
ashaduanna Muhammad daro sulllah
allaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah
|
Adegan 5
Begitu
pemuda membaca sahadat kemudian berteriak Allah, maka ia tersungkur dan
perlahan lampu penerangan dimatikan.
Epilog
Banyuwangi,
Terselip antara cantik kaldera Ijenmu
Di sela ombak G-land, yang terkenal bak Hawai van Java
Ditutupi gemulai indah aneka warna tarian budayamu
Dan merdu lagu tradisimu
Di sini,
Diam-diam penyakit mematikan mewabah
Obat-obatan terlarang,
Napza,
Narkotika,
Membelenggu generasimu,
Hingga satu per satu, tenggelam dalam nista
Terpuruk dalam waktu sia-sia
Masa remaja adalah mustika
Remaja adalah mutiara
Apakah kau rela menggadikan
Dengan kematian ?
Dalam keganasan pengaruh iblis narkoba
Pemuda-pemudamu terperiosok
Dalam kubangan wabah mematikan HIV/AIDS
Dalam detak heningmu
Jumlah korbannya mencapai nomor 3 tertinggi di Jatim
Dan terus bertambah, terus bertambah
Siapakah harus bertanggung
jawab
Ulamakah ?
Pemerintahkah ?
Masyarakatkah ?
Atau para orang tua ?
Cukuplah ! Sudah
Tak perlu mencari kesalahan
Diamlah, sebentar Kawan
Rasakan suara Tuhan dalam hatimu
Dengarkan suara imanmu
Karena di sanalah,
Satu-satunya jalan menuju-Nya
Pertengahan Desember 2011
*Epilog
disadur dari Naskah Lahirnya sang bajang Karya TOTOK HARIYANTO