google-site-verification=KNiaUTl4cvS0QWEq70awaC3CPW4UE87U-ZfLlwt_yhQ NASKAH DRAMA SANGPECANDU ISMAIL MARZUQI | TEATER DAS '51 .breadcrumbs{ padding:5px 5px 5px 0; margin:0;font-size:95%; line-height:1.4em; border-bottom:4px double #cadaef}

SALAM BUDAYA


SUGENG RAWOH WONTEN GUBUK KREATIF TEATER DAS 51

Thursday 8 May 2014

NASKAH DRAMA SANGPECANDU ISMAIL MARZUQI

SANG PECANDU













aktor

Sebagai
Pemuda

Sebagai
Entah 1

Sebagai
Entah 2

Sebagai
Entah 3

Sebagai
Entah 4











Pembukaan Lakon
Pertunjukan ini dimulai dengan kesunyian, suara-suara music mulut mengalunkan irama kesedihan yang menyayat semakin lama, semakin menghilang. Panggung diseting sedemikian rupa, seolah-olah terdapat bohon besar yang daunnya sedang berguguran. Dibawah pohon itu ada seorang pemuda yang nanpaknya sedang mengalamai sakau, tubuhnya bergetar, dari mulutnya mengeluarkan desisan aneh yang menyesakkan hati.
Adegan I
Pemuda itu bergerak, nampaknya ia akan berdiri, namun tubuhnya bergetar dan terjatuh, kenmudian ia berusaha bangkit namun jatuh lagi, bangkit jatuh lagi, bangkit lagi jatuh lagi, sampai ia menggapai sebatang ranting yang dipergunakan untuk menopang badanya yang bergetar berdiri.

Pemuda
:
ibu…………………………..!
Bapak….!
Hari ini aku benar-benar manyesal.

Malu,…!
Aku sangat malu tuhan
Aku telah berdosa

Tuhan,....!
Dapatkah aku membuka pintu tobat-Mu
Setelah minum-minuman, Obat-obatan dan narkoba  merusak jiwa  raga milikmu ini, bahkan Hubungan bebas kujalankan.

Ibu….!
Bapak…!
Ah….  Rasanya Mereka berdua tidak bisa ku harapkan. Sekian lama mereka berpisah, dan asik dengan kebahagian masing-masing. (kemudian Tertawa).

Ibu…!
Bapak….!
Aku membutuhkan mu
Aku merindukan marahmu, nasihatmu, timanganmu….. aku membutuhkanmu.

(pemuda menatap jauh ke depan, matanya sayu pandangannya kosong)

Ya, Tuhan……!
Cabut saja nyawa milikmu ini
Aku sudah tidak sanggup lagi menjaganya

Baik….
Baiklah, kalau engkau tak mau mengambilnya
Aku akan mengembalikannya padamu.

(pemuda itu mengapai-gapai pistol yang terselip dipinggangnya dan menembak diri sendiri )
 Daaar……!
Aku datang padamu tuhan…..!


Adegan 2
Setelah pemuda itu tersungkur, masuklah empat sosok entah siapa, mereka bergerak dari sisi panggung menuju dimana pemuda tadi tersungkur dan kemudian membentuk formasi mengelilingi pemuda itu serta menutup diri mereka masing dengan kain.

Entah 1
:
Sungguh malang pemuda ini


Entah 2
:
Tidak, dia sudah dalam kodratnya

Entah 3
:
Kodrat yang mana yang kalian bicarakan? Kodrat yang ia tuliskan sendiri? Tuhan tidak akan menerima ruhnya bila ia kembala dengan cara seperti ini.

Entah 4
:
Sudahlah…. Itu bukan urusan kita
Manusia terlahir sudah membawa takdirnya masing-masing dan semua akan terjadi sesuai dengan titah-Nya.

Adegan 3
Disaat entah I masih berbicara tubuh pemuda itu bergerak, kemudian bangkit dan berteriak.
Pemuda
:
Stoooop….
Tuhan….
Kenapa engkau tak menarima diriku
Aku ingin kembali, tuhan….
Aku ingin……. Kembali….. padamu
(menanggis)
Sungguh ….. aku sudah tidak sanggup tuhan

Entah 1
:
Engkau  tersesat…
Engkau salah……..
Bertobatlah …..

Pemuda
:
Aku tidak tersesat
Aku tidak bersalah
Aku tidak butuh bertobat

Entah 2
:
Lalu kenapa engakau ingin kembali kepada tuhan!

Pemuda
:
Aku tidak ingin kembali

Entah 3
:
Lalu

Pemuda
:
Aku hanya ingin mengembalikan ruh miliknya ini

Entah 4
:
Apa engkau merasa ruh mu pantas untuk dikembalikan, padahal ruh itu dititipkan kepadamu untuk dijaga.

Pemuda
:
Sudah.
Aku sudah berusaha
Tapi karena ibu dan bapak ku bercerai
Aku menjadi lepas kendali
Ini salah mereka

Entah 1
:
Bukan
Ini bukan salah ayah dan ibu mu

Pemuda
:
Lalu

Entah 2
:
Ini salahmu sendiri

Entah 3
:
Kesesatan diri mu sendiri

Entah 4
:
Dosa diri mu sendiri

Entah 1
:
Apa Kau tetap merasa ruhmu titipan tuhan?

Pemuda
:
Yah…..
Dan hari ini aku akan mengembalikannya

Entah 2
:
Setelah kau nodai dengan minuman keras

Pemuda
:
Ya

Entah 3
:
Setelah kau kotori dengan narkoba

Pemuda
:
Ya

Entah 4
:
Setelah sek bebas kau jalankan, dan didalam tubuhmu sekarang bersarang penyakit mematikan.

Pemuda
:
Yah
Dan aku sudah tidak perduli


Adegan 4

Sembari berbicara pemuda itu beranjak keluar dari ,lingkaran emapt sosok itu, tetapi seolah olah ada kekuatan yang menahan tubuhnya, sehingga ia terpental ketempat semula, itu ia lakukan berkali-kali.

Pemuda
:
Lepaskan
Entah 1,2,3,4
:
Kami tidak mengikatmu (mencoba keluar tapi tetap benasib sama)

Pemuda
:
Kenapa kalian membayangi ku!

Entah 1,2,3,4
:
Kau menganggapnya begitu

Pemuda
:
Nyatanya

Entah 1
:
Ketahuilah
Akulah Kawahiyahmu

Entah 2
:
Akulah Hariyahmu

Entah 3
:
Akulah Suriyahmu

Entah 4
:
Dan aku adalah Tibbiyahmu

Entah 1,2,3,4
:
Jadi
Kami adalah dirimu
Dirimu
Adalah kami

Pemuda
:
(keluar dari dalam lingkaran dan menyeret tubuhnya mundur)

Tidak…!
Tidak Mungkin

lalu apa yang kalaian inginkan dariku
Entah  1,2
:
Minta maaflah pada Ayah ibu mu

Pemuda
:
Ibu aku benar benar menyesal
Maafkan anakmu ini
Seharusnya aku tidak meyiksa ddiriku sendiri
Atas nama perpisanhan kalian
Ibu …….
Bapak,……….
Entah 3,4
:
Minta maaflah pada tuhanmu….!
Pemuda
:
Tuhan……
Aku memang kotor
Tapi terialah diriku dengan segala keburukan ini

Ashaduallah ila illahaillah…….
Wa ashaduanna Muhammad daro sulllah

allaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah


Adegan 5

Begitu pemuda membaca sahadat kemudian berteriak Allah, maka ia tersungkur dan perlahan lampu penerangan dimatikan.

Epilog
Banyuwangi,
Terselip antara cantik kaldera Ijenmu
Di sela ombak G-land, yang terkenal bak Hawai van Java
Ditutupi gemulai indah aneka warna tarian budayamu
Dan merdu lagu tradisimu
Di sini,
Diam-diam penyakit mematikan mewabah
Obat-obatan terlarang,
Napza,
Narkotika,
Membelenggu generasimu,
Hingga satu per satu, tenggelam dalam nista
Terpuruk dalam waktu sia-sia
Masa remaja adalah mustika
Remaja adalah mutiara
Apakah kau rela menggadikan
Dengan kematian ?
Dalam keganasan pengaruh iblis narkoba
Pemuda-pemudamu terperiosok
Dalam kubangan wabah mematikan HIV/AIDS
Dalam detak heningmu
Jumlah korbannya mencapai nomor 3 tertinggi di Jatim
Dan terus bertambah, terus bertambah
Siapakah  harus bertanggung jawab
Ulamakah ?
Pemerintahkah ?
Masyarakatkah ?
Atau para orang tua ?
Cukuplah ! Sudah
Tak perlu mencari kesalahan
Diamlah, sebentar Kawan
Rasakan suara Tuhan dalam hatimu
Dengarkan suara imanmu
Dengarkan suara kalbumu
Karena di sanalah,
Satu-satunya jalan menuju-Nya
Pertengahan Desember 2011

*Epilog disadur dari Naskah Lahirnya sang bajang Karya TOTOK HARIYANTO

No comments:

Post a Comment