google-site-verification=KNiaUTl4cvS0QWEq70awaC3CPW4UE87U-ZfLlwt_yhQ TEATER DAS '51: 13/03/2011 - 20/03/2011 .breadcrumbs{ padding:5px 5px 5px 0; margin:0;font-size:95%; line-height:1.4em; border-bottom:4px double #cadaef}

SALAM BUDAYA


SUGENG RAWOH WONTEN GUBUK KREATIF TEATER DAS 51

Friday 18 March 2011

hari ibu

MUNGKIN PERLU DICETUSKAN HARI BAPAK

    Nyaman, rasanya bila kita sudah mendengar teguran merdu dari seorang Ibu. Sunguh,   suaranya mampu mencairkan hati yang membatu. Kasih sayangnya bisa merubah pemarah menjadi pemasrah, pemurka menjadi pengiba, merubah setan menjadi sopan. Luarbiasa, itu adalah sebuah kenyamanan. Ibu, menjadi tempat mencurahkan keluh-kesah anak-anaknya., menjadi tempat bermanja, pokoknya menjadi tempat menumpahkan semua masalah.
    Mengulas, perjalanan sejarah bermula dari nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, kaum ibu hanya dijadikan kaum pelengkap. Bahkan sampai saat ini, di Jaman modren seperti ini masih banyak kaum Bapak yang memperlakukan kaum Ibu seperti jaman jahiliah. Bahkan mereka memandang kaum Ibu hanya seperti secangkir kopi apabila sudah habis dapat dutuangnya kembali.
    Sangat memprihatinkan memang, walau sudah banyak orang yang mengadakan pembelaan terhadap kaum ibu, tetapi tetap saja tuh.......! kaum Ibu dijadikan bulan-bulannan bila kaum Bapak sedang kesal. Bahkan sekarang dalam realita banyak tuh..... kaum Ibu yang rela meniggalkan anak yang masih balita, orang tua yang sudah lanjut, suami tercinta, dan sanak-saudara, untuk pergi keluar Negri, dengan alasan membantu kerja suami. Lagi-lagi kaum bapak.........! tetapi apa yang dilakukan kaum bapak ? Hanya tinggal dirumah duduk onkang-ongkang menggantikan posisi kaum ibu, mulai dari masak, urus anak, mencuci, dan lain sebagainya. Yah.... peling-paling hanya pergi ke ladang sebentar  dan pulang lagi, menunggu kiriman dari kaum Ibu yang bekerja di Luar Negri.
    Sungguh, menjijikan memang melihat apa yang dilakukan kaum bapak, hanya memandang kaum Ibu sebgai kaum pemenuh kebutuhan hidup.
Menurut saya....................!, Pemerintah harus membuat sesajen....  sebelum itu seluruh pengurus kepemerintahan harus melakukan ritual puasa mutih empat puluh satu hari empat puluh satu malam, setelah itu mengadakan kenduri dengan mengundang sesepun adat seluruh Indonesia mulai dari sabang sampai merauke begitu katanya, hal itu dilakukan untuk menentukan ”Hari dan tanggal peringtan Hari Bapak”. Agar bisa diperingati setiap tahun. Supaya kaum Bapak lebih bisa menghargai,  dan menghormati kaum Ibu. Sehingga tidak ada lagi ada yang namanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), atau perceraian karena alasan itu. Jadi kaum ibu derajatnya terangkat.

Oleh
Ismail Marzuqi
Mahasiswa TARBIYAH STAI Darussalam Blokagung Banyuwangi

ritual penjamasan

sebuah upacara adat, pemandian pusaka kanjeng sunan Kali Jaga, upacara ini di laksanakan pada setiap bulan 10 Dulhijah (1o Besar), pada upacara yang penuh kesakralan ini banyak syarat - syarat yang di lakukan....... download disini

puisi salah siapa

Salah siapa

Hujan menangis
menusuki bumi yang terkikis
hutan merajuk
tak lagi melahirkan damar, rotan untuk penghidupan

Laut ..
dulu ombaknya mesra
anginya pun penuh kasih
tapi kimi
laut mengamuk
ombaknya membawa maut
anginya pun mengidungkan kepedihan
dalam tumpukan daging-daging kebusukan

Lalu.....
ini salah siapa.... salah siapa...?
sungguh ini terjadi kerna ulah manusia


Ismail Marzuqi
Pencinta Sastra, Ketua Teater DAS ’51
Peserta SLDP 4 Kaliopak (Mata Pena)
Mahasiswa MPI-STAIDA Blokagung

puisi adik kecilku

Adik kecilku

Aduk kecilku
Adik kecilku
dimana kita pernah berjumpa
diujung keriduankah
atau malah dalam kebencian

Adik kecilku
Adik kecilku
sesuatu yang tidak ku cium
dirimu mendengarnya
sesuatu yang tidak kudengar
dirimu merasakanya
sesuatu yang tak dapat kurasa
dirimu melihatnya

Adik kecilku
kini sesuatu yang takdapat kulihat telah mati
namun dirimu tetap melihat
gembala-gembala mudaitu
dengan kuasa tuhanmu

Ismail Marzuqi
Pencinta Sastra, Ketua Teater DAS ’51
Peserta SLDP 4 Kaliopak (Mata Pena)
Mahasiswa MPI-STAIDA Blokagung

puisi tuhan

TUHAN

Tuhan
bila aku ingat padamu
izinkan aku
mengumandangkan asmamu
mengesakan dzatmu

tuhan
bila aku lupa kepadamu
jangan engkau peringatkan aku dengan ujian
diluar kemampuan jiwa ragaku
sehingga aku jatuh tersungkur

Tuhan
bila tubuh ini kotor
lalu kubasuh dengan telaga istighfarku
bersihkanlah noda-noda dihati
dengan kuasamu
bila aku menggelepar, terpukul, jatuh
bangkitkan aku
dengan selendang kuasa dibalik keridhoanmu

Tuhan
bila engkau mengagap
diriku bersih
izinkan aku memohon
kebaikan dunia akhiratku.
dengan ketidak berdayaanku
Blokagung puncak 31 januari 2010
Ismail Marzuqi
Pencinta Sastra, Ketua Teater DAS ’51
Peserta SLDP 4 Kaliopak (Mata Pena)
Mahasiswa MPI-STAIDA Blokagung

Wednesday 16 March 2011

KAWAN

Kawan
Ketika kakimu melangkah
sejengkal palingmu
dari wajahku
di hati ada mayang siwalan
memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran pertemuan kita tak mampu ku lupakan

Kawan
ketika kakimu melangkah
mengejar cita-cita
untaian do'a mengiringi langkahmu

Kawan
jangan pernah salahkan aku
kalau aku merindukanmu
kalau aku tak mampu melupakanmu
keindahan dalam persahabatan kita
bagiku kau bunga yang menyerbak
menyusupi tulang-tulang hatiku
menumbuhkan akar kekuatan
tuk jalani kehidupan selanjutnya

Eggar Tata, blokagung 19 maret 2011
Pecinta Sastra
Peserta LSDP 5 Bantul Yogyakarta

DIAM

Diam
Tak beranjak
Dari dalam ruang dimensi
Yang tak terjangkau
Seumpama seekor tikus
Jatuh didalam jurang tak terukur

Bisu
Tak bersuara
Dan ataupun hanya serangga semata
Bagia dunia tak memproduksi makhluk bernyawa

Kaku
Tak bergerak
Akh..........!
Hanya monoton
Layakya seonggok mayat

Ya Tuhan.........!
Membosankan!
Kehidupan tanpa bayangan
Akh.........!
Tapi juga apa yang kau inginkan?
Kau sendiri juga tak tau

Kenapa......?
Mengapa.........?
Tak juga kau rubah hidupmu
Tuhan........!
Lagi-lagi kau sebut nama itu
Tapi kau sendiri tak mengagungkan-Nya

Lalu apa maumu?
Kau sendiri tak tau
Lagi-lagi haya diam
Kaku
Bisu
Dan hanya ada kehidupan yang monoton
Akh......!
Ternyata kau memang hanya ingin diam
dan selalu hidup monoton

AHMAD SUHARNO, blokagung 13 maret 2011
Pecinta Sastra.